Selasa, 28 April 2009

Tugas mata kuliah logika

Analisa terhadap bemberlakuan baju koruptor

Nama : Adib Hasan

Npm: 110110070518

Dosen: H. Agus Takariawan S.h., M.H.

Fakultas hukum

Unversitas padjadjaran

BAB I

Pendahuluan

A. Latar belakang

Masalah ini saya angkat sebagai topik, Karena menurut saya topik ini sangat menarik. Topik ini, pada bulan Agustus kemaren sangat sering sekali dibahas, karena itu, saya juga ingin mengajukan pandangan saya mengenai masalah, sebatas dengan kemampuan yang saya miliki sekarang ini.

B. Tujuan

Agar mengetahui seberapa besar pengetahuan saya terhadap hotnews yang berkembang dalam masyarakat.

C. Metode penelitian

Melalui tinjauan pustaka elektronik.

BAB II

A. Gambaran umum

Siang itu merupakan sidang hari pertama untuk kasus Tindak Pidana Korupsi (tipikor) dengan tersangka Artalhita. Waktu itu pun tiba, setelah sidang dimulai dengan dibuka oleh majelis hakim, tibalah saatnya pemanggilan tersangka.

Dengan langkah santai, seorang wanita setengah baya memasuki ruang persidangan. Dengan busana yang yang ngetjreng, make up yang detail wanita itu masuk dengan dikawal polisi, yang menjaga dengan was-was serta tetap menjaga jarak dengan wanita tersebut.

Akhirnya wanita itu berhenti di depan sebuah kursi di tengah ruang persidangan. Polisi yang tadinya mengawalpun mundur. Wanita yang berpenampilan layaknya mau pergi kehajatan itu rupanya adalah Artalitha, seorang tersangka kasus tipikor.

Siapapun yang melihat penampilan Arthalita saat itu pastinya tidak akan menyangka bahwa wanita tersebut adalah seorang tersangka. Penampilan rapinya yang datang saat memasuki pengadilan sangat berbeda dengan pelaku pencurian ketika memasuki ruang pengadilan.

Para pencuri biasa, katakanlah mencuri ternak biasanya mengenakan pakaian yang dipinjamkan hanya untuk menghormati pengadilan. Tapi saat itu berbeda, tersangka pencurian biasa yang ketika memasuki ruang pengadilan penuh dengan luka lebam dan saat masuk pengadilan tidak jarang malah ditarik-tarik atau didorong-dorong oleh polisi, seorang Arthalita layaknya seorang putri malah kelihatan memiliki pengawal pribadi.

Berangkat dari masalah itu, muncul ide dari Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) untuk membuat baju koruptor bagi tersangka kasus pidana korupsi. Hal ini guna mencegah tindakan yang sama seperti yang dibuat oleh Arthalita.

Namun, sebagaimana biasanya, masyarakat selalu aktif dalam menanggapi setiap hotnews yang terjadi. Berbagai reaksipun muncul kepermukaan, yaitu munculnya pihak yang setuju akan adanya baju koruptor dan pihak yang menolak hal tersebut. Berbagai argumenpun mereka layangkan, guna menguatkan pendirian mereka dan juga untuk membuat orang lain agar terpengaruh dengan pendapat mereka itu sendiri.

Pihak-pihak yang setuju akan adanya baju koruptor t, mengajukan argumen, yang menurut saya pribadi hanya merupakan emosi sesaat saja , seperti:

· Baju koruptor itu diperlukan untuk mempermalukan para koruptor

· Baju koruptor itu juga dimaksudkan agar menimbulkan efek jera terhadap pelakunya

Tidak hanya itu, pihak-pihak yang juga mendukung segera merancang bagaimana baju koruptor itu. Terakhir KPK menerima lebih dari sepuluh rancangan baju koruptor.

Dilain pihak, orang yang menentang adanya baju koruptor lebih berdasar, yaitu dengan memberlakukan baju koruptor tersebut tidak sesuai dengan asas hukum yang berlaku di Indonesia. Mengapa?, karena Indonesia mengnut asas presumption of innocent (asas praduga tidak bersalah)

Mereka beranggapan bahwa dengan mengenakan baju tersebut maka akan menghilangkan salah satu hak dari tersangka tersebut.

Masalah ini tidak akan ada ujungnya jika tidak diselesaikan secara tegas oleh KPK.

B. Analisa saya berdasarkan logika

Masalah ini sebenarnya simpel, namun akan rumit sekali jika menganggap remeh masalah ini. Masalah baju ini dasarnya adalah persamaan di mata hukum (equality before the law). Namun dilain pihak asas ini bertentangan dengan asas presumption of innocent, yaitu asas praduga tak bersalah yang juga di anut oleh bangsa Indonesia sendiri.

Pihak yang mendukung adanya baju koruptor menggunakan asas persamaan di mata hukum sebagai dasar untuk mendukung teorinya, karena selama ini pelaku kejahatan biasanya cenderung mendapatperlakuan yang kasar, namun lain hal yang terjadi dengan Artalitha yang diperlakukan layaknya seorang ratu. Hal ini tentu menimbulkan kecurigaan dalam masyarakat

Pihak yang beranggapan baju koruptor yang tidak harus ada menyatakan selama keputusan vonis pengadilan belum dijatuhkan maka tersangka berhak dianggap tidak bersalah di ruang pengadilan, maka dari itu penggunaan baju dianggap kurang etis.

Menurut hemat saya, pernyataan KPK yang mengganti baju koruptor menjadi baju tahanan sangatlah tepat. Sikap setuju saya didasarkan pada pada pemikiran, bagaimana tidak membuat asas yang ada saling berbenturan. Logika saja, saat kita menggunakan istilah “baju tahanan”, berarti tidak tersangka tipikor saja yang akan menggunakan seragam itu, tapi terhadap kasus lain juga. (Jadi hal ini tidak bertentangan dengan asas equility before the law).

Kemudian dengan asas praduga tak bersalah, hal ini juga tidak bertentangan, karena tidak mungkin juga seorang polisi menahan orang tanpa ada alasan dan bukti yan kuat selain itu kata “baju tahanan” juga tidak akan berpengaruh terhadap asas ini (jadi hal ini juga tidak bertentangan dengan asas presumption of innocent.

Tidak ada komentar: