Landasan yuridis
Landasan sosiologis
Landasan filosofis
Landasan politis
Teknik perancangan
Landasan yuridis
Menurut Bagir Manan Landasan/ dasar yuridis menunjukkan:
Keharusan adanya kewenangan dari pembuat UU. Jika tidak dipenuhi, batal demi hukum (dianggap tidak pernah ada
Keharusan kesesuaian antara bentuk/jenis per. Per-uu-an dengan materi yang diatur. Jika tidak, dapat dibatalkan (verneitigbaar/ voidble)
Keharusan mengikuti tata cara tertentu. jika tidak, belum memiliki kekuatan hukum mengikat atau batal demi hukum
Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Landasan sosiologis
Teori kekuasaan (machttheorie)
Teori pengakuan (annerkennungstheorie)
Landasan/dasar sosiologis tidak hanya merekam kenyataan di masyarakat, tetapi termasuk pula kecenderungan dan harapan2 masyarakat (Bagir Manan)
Landasan filosofis
Peraturan perundang-undangan harus mencerminkan cita hukum (rechtsidee) dalam masyarakat
Cita hukum yang merupakan sistem nilai dalam masyarakat, ada kalanya terangkum secara sistematik dan doktrin2 filsafat, seperti Pancasila (di Indonesia)
Kelsen menyebutnya Grundnorm (norma dasar), Nawiasky menyebutnya staatsfundamental norm (norma fundamental negara)
Landasan politis
Jimly Asshiddiqie: suatu norma hukum dikatakan berlaku secara politis apabila pemberlakuannya didukung oleh faktor-faktor kekuatan politik yang nyata (riele machtsfactoren).
M. Soly Lubis mengidentikan landasan politis dengan kebijakan negara yang tercermin dalam GBHN (saat ini sudah tidak ada, berkaitan dengan politik hukum, khususnya politik perundang-undangan.
Teknik perancangan
Bagir Manan: Peraturan perundang-undangan yang kurang baik dapat juga terjadi karena :
tidak jelas perumusannya
Multi interpretatif
Terjadi inkonsistensi penggunaan istilah
Sistematika yang tidak baik
Bahan yang berbelit-belit
Selain dasar filosofis, yuridis, sosiologis (dan politis), teknik perancangan tidak dapat diabaikan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Naskah akademis
Naskah akademis berisi pertanggungjawaban akademik
Bagir Manan: pada tahap penyusunan naskah akademis, dasar-dasar yuridis, sosiologis, filosofis mendapat pengkajian yang mendalam.
Selain itu, naskah akademis juga dapat dipertimbangkan manfaat atau akibat2 yang akan timbul
Naskah akademis harus disertai dengan kerangka dan pokok2 isi yang akan dimasukkan ke dalam per. per-uuan.
Naskah akademis 2
Jimly Asshiddiqie: naskah akademis disusun sebagai hasil kegiatan penelitian yang bersifat akademis sesuai dengan prinsip2 ilmu pengetahuan yang rasional, kritis, objektif dan impersonal.
Pentingnya laporan penelitian menurut Ann Seidman dkk:
suatu laporan hasil penelitian yang baik akan menjamin proses pengambilan keputusan dari mana RUU berawal.
Sebagai garis besar (peta) untuk menuntun pembuat rancangan
Memastikan bahwa para pembuat peraturan perundang-undangan menyusun fakta-fakta secara logis
Naskah akademis dalam hokum positif
Pasal 5 Perpres 68 Tahun 2005:
(1) Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-Undang dapat terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai materi yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang.
(2) Penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemrakarsa bersama-sama dengan Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian untuk itu.
(3) Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat dasar filosofis, sosiologis, yuridis, pokok dan lingkup materi yang akan diatur.
(4) Pedoman penyusunan Naskah Akademik diatur dengan Peraturan Menteri.
Kerangka peraturan perundang-undangan
Judul
Pembukaan :
1. Kalimat pembukaan (Dengan Rahmat Tuhan YME)
2. Pencantuman pejabat pembuat per.per-uu-an
Konsideran (menimbang)
Dasar hukum( mengingat:dasar kewenangan)
Dasar pembuatan per. per-uu-an yang menunjukkan bahwa objek yang akan diatur didasarkan pada satu atau beberapa per.per-uu-an.
Pencantuman kata-kata : dengan persetujuan DPR (untuk UU dan Perda)
Pencantuman nama badan perwakilan (untuk UU dan Perda)
Batang tubuh (pasal-pasal):
Ketentuan umum
Ketentuan mengenai objek yang diatur (materi pokok)
Ketentuan sanksi (pidana atau administrasi)
Ketentuan peralihan
Ketentuan penutup
Asas hukum dan norma hukum
Paul Scholten : asas hukum (recht beginsel) bukan aturan hukum (rechtsregel).
Asas hukum bukan norma (hukum), namun hukum tidak akan dapat dimengerti tanpa asas-asas tersebut.
Norma adalah aturan, pola, standar yang perlu diikuti (Attamimi)
Norma hukum bersifat mengatur
Kelsen: norma hukum berfungsi untuk memerintah, melarang, menguasakan, membolehkan, dan menyimpangkan dari ketentuan.
Asas2 peraturan perundang-undangan
Asas Hukum Umum
Asas –asas pembentukan peraturan perundang-undangan (asas material dan formal)
Asas-asas (pemberlakuan/penerapan) per.per-uu-an
Asas-asas pembantukan peraturan perundangundangan
Asas Formal
Asas Tujuan Yang Jelas
Asas organ/lembaga yang tepat
Asas Perlunya peraturan
Asas Dapat dilaksanakan
Asas Konsensus
Asas Material
Asas tentang terminologi dan sistematika yang benar
Asas tentang dapat dikenali
Asas perlakuan yang sama dalam hukum
Asas kepastian hukum
Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual.
Asas2 (pemberlakuan/penerapan )per per uu an
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto:
Undang-undang tidak berlaku surut,
Undang-undang yang dibuat oleh Penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula,
Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum (Lex specialis derogat lex generali),
Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (Lex posteriore derogat lex priori),
Undang-undang tidak dapat diganggu-gugat.
Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan atau pelestarian (asas Welvaarstaat).
Amiroeddin Syarif menetapkan adanya
Asas Tingkatan Hirarki
Undang-undang tak dapat diganggu gugat
Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum (Lex specialis derogat lex generalis)
Undang-undang tidak berlaku surut,
Undang-undang yang baru menyampingkan undang-undang yang lama (Lex posteriori derogat lex priori.
165. Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dapat mendelegasikan kewenangan mengatur lebih lanjut kepada Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah.
166. Pendelegasian kewenangan mengatur, harus menyebut dengan tegas:
Dasar kewengan
Dasar kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan dapat berupa atribusi, delegasi, dan subdelegasi (Rosjidi Ranggawidjaja : 1998).
Atribusi kewenangan perundang-undangan diartikan penciptaan wewenang (baru) oleh konstitusi/ grondwet atau oleh pembentuk undang-undang (wetgever) yang diberikan kepada suatu organ negara, baik yang sudah ada maupun yang dibentuk baru untuk itu (A. Hamid S Attamimi: 1990).
Delegasi dalam bidang perundang-undangan ialah pemindahan/ penyerahan kewenangan untuk membentu peraturan dari pemegang kewenangan asal yang memberi delegasi (delegans) kepada yang menerima delegasi (delegataris) dengan tanggung jawab pelaksanaan kewenangan tersebut pada delegataris sendiri, sedangkan tanggung jawab delegans terbatas sekali (A. Hamid S. Attamimi : 1990).
Jika suatu kewenangan yang diperoleh melalui delegasi tersebut dilimpahkan kembali kepada badan atau pejabat yang lebih rendah untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab atas namanya sendiri, hal itu dinamakan sub delegasi (Rosjidi Ranggawidjaja : 1998).
Syarat delegasi dan sub delegasi
Lihat lampiran UU No. 10 Tahun 2004
165. Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dapat mendelegasikan kewenangan mengatur lebih lanjut kepada Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah.
166. Pendelegasian kewenangan mengatur, harus menyebut dengan tegas:
› a. ruang lingkup materi yang diatur; dan
› b. jenis Peraturan Perundang-undangan.
167. a. Jika materi yang didelegasikan sebagian sudah diatur pokok-pokoknya di dalam Peraturan Perundang-undangan yang mendelegasikan tetapi materi itu harus diatur hanya di dalam Peraturan Perundang-undangan yang didelegasikan dan tidak boleh didelegasikan lebih lanjut ke Peraturan Perundang-undanganyang lebih rendah (subdelegasi), gunakan kalimat Ketentuan lebih lanjut mengenai ... diatur dengan...
b. Jika pengaturan materi tersebut dibolehkan didelegasikan lebih lanjut (subdelegasi) gunakan kalimat Ketentuan lebih lanjut mengenai ...diatur dengan atau berdasarkan...
peraturan kebijakan
Peraturan tanpa dasar kewenangan, bukan peraturan perundan-undangan
Peraturan tersebut disebut peraturan kebijakan (beleid regels, psuedowetgeving, policy rules)
Van Wijk dkk, (dikutip oleh Bagir Manan dan Kuntana Magnar): ada dua bentuk peraturan kebijakan, yaitu:
1. yang dibuat dan berlaku bagi pembuat peraturan kebijakan itu sendiri;
2. yang dibuat dan berlaku bagi badan atau pejabat administrasi yang menjadi bawahan pembuat peraturan kebijakan.
Philipus M. Hadjon dkk: peraturan kebijakan tidak terlepas dari kaitan penggunaan freis ermessen atas kebebasan bertindak administrasi negara.
Philipus M. Hadjon dkk : ciri-ciri peraturan kebijaksanaan (kebijakan) yang membedakannya dengan peraturan perundang-undang dengan antara lain:
Badan yang mengeluarkan peraturan-peraturan kebijaksanaan (kebijakan) tidak memiliki kewenangan pembuatan peraturan (wetgevende bevoegdheid).
Tidak mengikat hukum secara langsung, namun mempunyai relevansi hukum.
Mengandung suatu syarat pengetahuan yang tidak tertulis (angeschreven hardheidsclausule) – (menyimpangi peraturan tertulis lainnya demi kepentingan umum).
Tidak diuji dalam kasasi karena termasuk dalam dunia fakta.
Contoh peraturan kebijakan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar