Selasa, 15 Desember 2009
110110070518
Tugas Perbandingan Hukum Pidana
Perbandingan Antara Civil Law System Dengan Comman Law System
1. Persamaan
Antara kedua system ini persamaannya adalah keduanya tetap mengenal adanya pemisahan kekuasaan dari semua lembaga-lembaga Negara, sebagaimana dimaksud dalam teori pemisahan kekuasaan. Pemisahan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan tersendiri di luar kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislative.
2. Perbedaan
No Civil law Common law
1 Didominasi oleh hukum tertulis (kodifikasi) Didominasi oleh hokum tidak tertulis
2 Adanya pemisahan yang jelasdan tegas antara hokum publik dan hukum privat Tidak adanya pemisahan secara jelas dan tegas antara hokum public dan hokum privat
3 Tidak mengenal adanya asas preceden Mengenal adanya asas preceden, yang mana keputusan hakimy yang terdahulu mengikat hakim setelahnya
4 Dalam sistem peradilan tidak menggunakan juri melainkan sistem majelis sehingga tanggung jawab hakim adalah memeriksa fakta kasus, menentukan kesalahan, serta menerapkan hukumnya sekligus menjatuhkan putusan Menggunakan sistem juri yang memeriks fakta kasusnya kemudian menetapkan kesalahan dan hakim menerapkan hukum dan menjatuhkan putusan.
5 Tidak menganut adversary system. Yaitu pandangan bahwa di dalam pemeriksaan peradilan selalu ada dua pihak yang bertentangan. Dalam sistem civl law hanya pada perkara perdata saja Menganut adversary system bak dalam perkara perdata maupun dalam perkara pidana.
6 Dalam peran peradilan, hakim merupakan bagian dari pemerintah Peradilan lebih independen
3. Keuntungan
a. Civil law
1) Adanya kepastian hukum karena terkodifikasinya peraturan
b. Comman law
2) Certainty
3) Flexibility
4. Kelemahan
a. Civil law
1) Sulit untuk mengikuti perkembangan masyarakat
b. Comman law
1) Kompleks
2) Tidak demokrasi
3) Biaya pengadilan mahal, karena mengundang juri yang tidak sedikit.
Daftar pustaka
Mas, Marwan. 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Ghalia Indonesia. Bogor.
Tindak pidana korupsi
Asal kata korupsi
Korupsi berasal dari bahasa latin corruprio atau corruptus. Corruption berasal dari kata kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahawa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Prancis yaitu corruption;dan Belanda yaitu corruptive, Korruptie. Dari bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia yaitu korupsi. (Andi Hamzah, 2005:4)
Arti kata korupsi
Korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan uang Negara atau perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk kuntungan pribadi atau orang lain (kamus hukum, 2002)
Awal mula pemahaman akan korupsi
Pada mulanya pemahaman korupsi mulai berkembang di barat (permulaan abad ke-19, yaitu setelah adanya revolusi Francis, Inggris, dan Amerika) ketika prinsip pemisahan antara keuangan umum/Negara dan keuangan pribadi mulai diterapkan. Penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi khususnya dalam soal keuangan dianggap sebagai korupsi (MCW, 2005).
Berdasarkan uu no 31 tahun 1999 jo uu no 20 tahun 2001 pasal 2 korupsi adalah perbuatan secara melawan hokum dengan maksud memperkaya dirisendiri/orang lain (perseorangan atau korporasi) yang dapat merugikan keuangan/ perekonomian Negara.
Dari hal di atas terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan dianggap sebagai korupsi, yaitu :
1. Secara melawan hukum
2. Memperkaya diri sendiri/ orang lain
3. Dapat merugikan keuangan / perekonomian Negara
Yang dimaksud unsur melawan hukum dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak di atur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.
Unsur dapat menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formal, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.
Pemahaman terhadap korupsi
Korupsi sangat identik dengan pencurian dan penggelapan, masing-masing adalah
Pencurian 362 KUHP: barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum
Unsur-unsurnya adalah
perbuatan secara melawa hukum+mengambil sebagian atau seluruhnya barang atau hak orang lain + tujuannya memilki atau memperoleh keuntungan.
Penggelapan 372 KUHP barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan :
Unsur-unsurnya:
Pencurian barang/hak yang dipercayakan atau berada dalam kekuasaan pelaku + penyalahgunaan kewenangan/kepercayaan.
Korupsi sebenarnya tidak bebeda jauh dengan pencurian dan penggelapan, hanya saja unsur-unsur pembentuknya lebih lengkap
Rumus:
Korupsi = (secara melawan hukum + mengambil hak orang lain + tujuan memiliki atau mendapat keuntungan) + ada penyalahgunaan kewenangan/kepercayaan + menimbulkan kerugian negara
= (pencurian + penyalahgunaan kewenangan /kepercayaan) + kerugian negara
= penggelapan + kerugian negara
Jadi korupsi bisa dipahami juga sebagai penggelapan yang mengakibatkan kerugian negara
Tabel tindak pidana berdasarkan UU no.31 tahun 1999 jo UU 20 tahun 2001
Pelaku | Jenis perbuatan | Ancaman pidana | Dasar hukum | Keterangan |
Perseorangan / korporasi | Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri/ orang lain/ korporasi yang dapat merugikan keuangan / perekonomian negara | Penjara seumur hidup; Penjara min, 4th max.20 th; Denda min Rp.200 juta max Rp. 1 milyar | Pasal 2 | Dalam keadaan tertentu Pidana mati dapat dijatuhkan. Keadaan tertentu yang memberatkan pidana yaitu bila tindak pidana korupsi tersebut dilakukan pada dana-dana bagi penanggulangan bahaya/bencana, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, serta penanggulangan korupsi |
Menyalahgunakan kewenangan / kesempatan/ sarana yang ada padanya karena jabatan/kedudukan diri sendiri/orang lain, yang dapat merugikan keuangan/ perekonomian negara | Penjara seumur hidup; Penjara min 1th max.20 th; Denda min Rp.50 juta max Rp. 1 milyar | Pasal 3 | | |
Memberi atau menjadikan sesuatu kepada pegawai negeri/penyelenggara negara supaya mau berbuat atau tidak berbuat sesuatu, dalam jabatannya atau yang bertentangan dengan kewajibannya | Penjara min.1th max.5th; Denda min.Rp. 50juta max Rp.250juta | Pasal 5 ayat 1 | Pegawai negeri/penyelenggara negara yang menerima pemberian/janji juga dipidana, dianggap menerima suap | |
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim untuk mempengaruhi putusan perkara | Penjara min.3th max. 15 th; Denda min.Rp.150juta max. Rp.250juta | Pasal 6 ayat 1 | Hakim atau advokat yang menerima pemberian/janji juga dipidana, dianggap menerima suap | |
Pemborong/ ahli bangunan ; Penjual bahan bangunan | Melakukan pembangunan atau menyerahkan bahan bangunan, secara curang, yagn dapat membahayakan keamanan orang /barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang | Penjara min.2th max 7th; Denda min. Rp. 100juta max. Rp. 350 juta | Pasal 7 | Pengawas dan penerima bahan/baranf yang membiarkan terjadinya perbuatan curang tersebut juga dipidana |
Perseorangan / korporasi | Menyerahkan barang keperluan TNI atau POLRI, secara curang, yang dapat membahayaka keselamatan negara dalam keadaan perang | |||
| | | | |
Selasa, 28 April 2009
Landasan yuridis
Landasan sosiologis
Landasan filosofis
Landasan politis
Teknik perancangan
Landasan yuridis
Menurut Bagir Manan Landasan/ dasar yuridis menunjukkan:
Keharusan adanya kewenangan dari pembuat UU. Jika tidak dipenuhi, batal demi hukum (dianggap tidak pernah ada
Keharusan kesesuaian antara bentuk/jenis per. Per-uu-an dengan materi yang diatur. Jika tidak, dapat dibatalkan (verneitigbaar/ voidble)
Keharusan mengikuti tata cara tertentu. jika tidak, belum memiliki kekuatan hukum mengikat atau batal demi hukum
Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Landasan sosiologis
Teori kekuasaan (machttheorie)
Teori pengakuan (annerkennungstheorie)
Landasan/dasar sosiologis tidak hanya merekam kenyataan di masyarakat, tetapi termasuk pula kecenderungan dan harapan2 masyarakat (Bagir Manan)
Landasan filosofis
Peraturan perundang-undangan harus mencerminkan cita hukum (rechtsidee) dalam masyarakat
Cita hukum yang merupakan sistem nilai dalam masyarakat, ada kalanya terangkum secara sistematik dan doktrin2 filsafat, seperti Pancasila (di Indonesia)
Kelsen menyebutnya Grundnorm (norma dasar), Nawiasky menyebutnya staatsfundamental norm (norma fundamental negara)
Landasan politis
Jimly Asshiddiqie: suatu norma hukum dikatakan berlaku secara politis apabila pemberlakuannya didukung oleh faktor-faktor kekuatan politik yang nyata (riele machtsfactoren).
M. Soly Lubis mengidentikan landasan politis dengan kebijakan negara yang tercermin dalam GBHN (saat ini sudah tidak ada, berkaitan dengan politik hukum, khususnya politik perundang-undangan.
Teknik perancangan
Bagir Manan: Peraturan perundang-undangan yang kurang baik dapat juga terjadi karena :
tidak jelas perumusannya
Multi interpretatif
Terjadi inkonsistensi penggunaan istilah
Sistematika yang tidak baik
Bahan yang berbelit-belit
Selain dasar filosofis, yuridis, sosiologis (dan politis), teknik perancangan tidak dapat diabaikan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Naskah akademis
Naskah akademis berisi pertanggungjawaban akademik
Bagir Manan: pada tahap penyusunan naskah akademis, dasar-dasar yuridis, sosiologis, filosofis mendapat pengkajian yang mendalam.
Selain itu, naskah akademis juga dapat dipertimbangkan manfaat atau akibat2 yang akan timbul
Naskah akademis harus disertai dengan kerangka dan pokok2 isi yang akan dimasukkan ke dalam per. per-uuan.
Naskah akademis 2
Jimly Asshiddiqie: naskah akademis disusun sebagai hasil kegiatan penelitian yang bersifat akademis sesuai dengan prinsip2 ilmu pengetahuan yang rasional, kritis, objektif dan impersonal.
Pentingnya laporan penelitian menurut Ann Seidman dkk:
suatu laporan hasil penelitian yang baik akan menjamin proses pengambilan keputusan dari mana RUU berawal.
Sebagai garis besar (peta) untuk menuntun pembuat rancangan
Memastikan bahwa para pembuat peraturan perundang-undangan menyusun fakta-fakta secara logis
Naskah akademis dalam hokum positif
Pasal 5 Perpres 68 Tahun 2005:
(1) Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-Undang dapat terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai materi yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang.
(2) Penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemrakarsa bersama-sama dengan Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian untuk itu.
(3) Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat dasar filosofis, sosiologis, yuridis, pokok dan lingkup materi yang akan diatur.
(4) Pedoman penyusunan Naskah Akademik diatur dengan Peraturan Menteri.
Kerangka peraturan perundang-undangan
Judul
Pembukaan :
1. Kalimat pembukaan (Dengan Rahmat Tuhan YME)
2. Pencantuman pejabat pembuat per.per-uu-an
Konsideran (menimbang)
Dasar hukum( mengingat:dasar kewenangan)
Dasar pembuatan per. per-uu-an yang menunjukkan bahwa objek yang akan diatur didasarkan pada satu atau beberapa per.per-uu-an.
Pencantuman kata-kata : dengan persetujuan DPR (untuk UU dan Perda)
Pencantuman nama badan perwakilan (untuk UU dan Perda)
Batang tubuh (pasal-pasal):
Ketentuan umum
Ketentuan mengenai objek yang diatur (materi pokok)
Ketentuan sanksi (pidana atau administrasi)
Ketentuan peralihan
Ketentuan penutup
Asas hukum dan norma hukum
Paul Scholten : asas hukum (recht beginsel) bukan aturan hukum (rechtsregel).
Asas hukum bukan norma (hukum), namun hukum tidak akan dapat dimengerti tanpa asas-asas tersebut.
Norma adalah aturan, pola, standar yang perlu diikuti (Attamimi)
Norma hukum bersifat mengatur
Kelsen: norma hukum berfungsi untuk memerintah, melarang, menguasakan, membolehkan, dan menyimpangkan dari ketentuan.
Asas2 peraturan perundang-undangan
Asas Hukum Umum
Asas –asas pembentukan peraturan perundang-undangan (asas material dan formal)
Asas-asas (pemberlakuan/penerapan) per.per-uu-an
Asas-asas pembantukan peraturan perundangundangan
Asas Formal
Asas Tujuan Yang Jelas
Asas organ/lembaga yang tepat
Asas Perlunya peraturan
Asas Dapat dilaksanakan
Asas Konsensus
Asas Material
Asas tentang terminologi dan sistematika yang benar
Asas tentang dapat dikenali
Asas perlakuan yang sama dalam hukum
Asas kepastian hukum
Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual.
Asas2 (pemberlakuan/penerapan )per per uu an
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto:
Undang-undang tidak berlaku surut,
Undang-undang yang dibuat oleh Penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula,
Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum (Lex specialis derogat lex generali),
Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (Lex posteriore derogat lex priori),
Undang-undang tidak dapat diganggu-gugat.
Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan atau pelestarian (asas Welvaarstaat).
Amiroeddin Syarif menetapkan adanya
Asas Tingkatan Hirarki
Undang-undang tak dapat diganggu gugat
Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum (Lex specialis derogat lex generalis)
Undang-undang tidak berlaku surut,
Undang-undang yang baru menyampingkan undang-undang yang lama (Lex posteriori derogat lex priori.
165. Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dapat mendelegasikan kewenangan mengatur lebih lanjut kepada Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah.
166. Pendelegasian kewenangan mengatur, harus menyebut dengan tegas:
Dasar kewengan
Dasar kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan dapat berupa atribusi, delegasi, dan subdelegasi (Rosjidi Ranggawidjaja : 1998).
Atribusi kewenangan perundang-undangan diartikan penciptaan wewenang (baru) oleh konstitusi/ grondwet atau oleh pembentuk undang-undang (wetgever) yang diberikan kepada suatu organ negara, baik yang sudah ada maupun yang dibentuk baru untuk itu (A. Hamid S Attamimi: 1990).
Delegasi dalam bidang perundang-undangan ialah pemindahan/ penyerahan kewenangan untuk membentu peraturan dari pemegang kewenangan asal yang memberi delegasi (delegans) kepada yang menerima delegasi (delegataris) dengan tanggung jawab pelaksanaan kewenangan tersebut pada delegataris sendiri, sedangkan tanggung jawab delegans terbatas sekali (A. Hamid S. Attamimi : 1990).
Jika suatu kewenangan yang diperoleh melalui delegasi tersebut dilimpahkan kembali kepada badan atau pejabat yang lebih rendah untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab atas namanya sendiri, hal itu dinamakan sub delegasi (Rosjidi Ranggawidjaja : 1998).
Syarat delegasi dan sub delegasi
Lihat lampiran UU No. 10 Tahun 2004
165. Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dapat mendelegasikan kewenangan mengatur lebih lanjut kepada Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah.
166. Pendelegasian kewenangan mengatur, harus menyebut dengan tegas:
› a. ruang lingkup materi yang diatur; dan
› b. jenis Peraturan Perundang-undangan.
167. a. Jika materi yang didelegasikan sebagian sudah diatur pokok-pokoknya di dalam Peraturan Perundang-undangan yang mendelegasikan tetapi materi itu harus diatur hanya di dalam Peraturan Perundang-undangan yang didelegasikan dan tidak boleh didelegasikan lebih lanjut ke Peraturan Perundang-undanganyang lebih rendah (subdelegasi), gunakan kalimat Ketentuan lebih lanjut mengenai ... diatur dengan...
b. Jika pengaturan materi tersebut dibolehkan didelegasikan lebih lanjut (subdelegasi) gunakan kalimat Ketentuan lebih lanjut mengenai ...diatur dengan atau berdasarkan...
peraturan kebijakan
Peraturan tanpa dasar kewenangan, bukan peraturan perundan-undangan
Peraturan tersebut disebut peraturan kebijakan (beleid regels, psuedowetgeving, policy rules)
Van Wijk dkk, (dikutip oleh Bagir Manan dan Kuntana Magnar): ada dua bentuk peraturan kebijakan, yaitu:
1. yang dibuat dan berlaku bagi pembuat peraturan kebijakan itu sendiri;
2. yang dibuat dan berlaku bagi badan atau pejabat administrasi yang menjadi bawahan pembuat peraturan kebijakan.
Philipus M. Hadjon dkk: peraturan kebijakan tidak terlepas dari kaitan penggunaan freis ermessen atas kebebasan bertindak administrasi negara.
Philipus M. Hadjon dkk : ciri-ciri peraturan kebijaksanaan (kebijakan) yang membedakannya dengan peraturan perundang-undang dengan antara lain:
Badan yang mengeluarkan peraturan-peraturan kebijaksanaan (kebijakan) tidak memiliki kewenangan pembuatan peraturan (wetgevende bevoegdheid).
Tidak mengikat hukum secara langsung, namun mempunyai relevansi hukum.
Mengandung suatu syarat pengetahuan yang tidak tertulis (angeschreven hardheidsclausule) – (menyimpangi peraturan tertulis lainnya demi kepentingan umum).
Tidak diuji dalam kasasi karena termasuk dalam dunia fakta.
Contoh peraturan kebijakan: