Selasa, 28 April 2009


ž Landasan yuridis

ž Landasan sosiologis

ž Landasan filosofis

ž Landasan politis

ž Teknik perancangan

Landasan yuridis

Menurut Bagir Manan Landasan/ dasar yuridis menunjukkan:

ž Keharusan adanya kewenangan dari pembuat UU. Jika tidak dipenuhi, batal demi hukum (dianggap tidak pernah ada

ž Keharusan kesesuaian antara bentuk/jenis per. Per-uu-an dengan materi yang diatur. Jika tidak, dapat dibatalkan (verneitigbaar/ voidble)

ž Keharusan mengikuti tata cara tertentu. jika tidak, belum memiliki kekuatan hukum mengikat atau batal demi hukum

ž Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Landasan sosiologis

ž Teori kekuasaan (machttheorie)

ž Teori pengakuan (annerkennungstheorie)

ž Landasan/dasar sosiologis tidak hanya merekam kenyataan di masyarakat, tetapi termasuk pula kecenderungan dan harapan2 masyarakat (Bagir Manan)

Landasan filosofis

ž Peraturan perundang-undangan harus mencerminkan cita hukum (rechtsidee) dalam masyarakat

ž Cita hukum yang merupakan sistem nilai dalam masyarakat, ada kalanya terangkum secara sistematik dan doktrin2 filsafat, seperti Pancasila (di Indonesia)

ž Kelsen menyebutnya Grundnorm (norma dasar), Nawiasky menyebutnya staatsfundamental norm (norma fundamental negara)

Landasan politis

ž Jimly Asshiddiqie: suatu norma hukum dikatakan berlaku secara politis apabila pemberlakuannya didukung oleh faktor-faktor kekuatan politik yang nyata (riele machtsfactoren).

ž M. Soly Lubis mengidentikan landasan politis dengan kebijakan negara yang tercermin dalam GBHN (saat ini sudah tidak ada, berkaitan dengan politik hukum, khususnya politik perundang-undangan.

Teknik perancangan

Bagir Manan: Peraturan perundang-undangan yang kurang baik dapat juga terjadi karena :

ž tidak jelas perumusannya

ž Multi interpretatif

ž Terjadi inkonsistensi penggunaan istilah

ž Sistematika yang tidak baik

ž Bahan yang berbelit-belit

Selain dasar filosofis, yuridis, sosiologis (dan politis), teknik perancangan tidak dapat diabaikan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Naskah akademis

ž Naskah akademis berisi pertanggungjawaban akademik

ž Bagir Manan: pada tahap penyusunan naskah akademis, dasar-dasar yuridis, sosiologis, filosofis mendapat pengkajian yang mendalam.

ž Selain itu, naskah akademis juga dapat dipertimbangkan manfaat atau akibat2 yang akan timbul

ž Naskah akademis harus disertai dengan kerangka dan pokok2 isi yang akan dimasukkan ke dalam per. per-uuan.

Naskah akademis 2

Jimly Asshiddiqie: naskah akademis disusun sebagai hasil kegiatan penelitian yang bersifat akademis sesuai dengan prinsip2 ilmu pengetahuan yang rasional, kritis, objektif dan impersonal.

Pentingnya laporan penelitian menurut Ann Seidman dkk:

ž suatu laporan hasil penelitian yang baik akan menjamin proses pengambilan keputusan dari mana RUU berawal.

ž Sebagai garis besar (peta) untuk menuntun pembuat rancangan

ž Memastikan bahwa para pembuat peraturan perundang-undangan menyusun fakta-fakta secara logis

Naskah akademis dalam hokum positif

Pasal 5 Perpres 68 Tahun 2005:

(1) Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-Undang dapat terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai materi yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang.

(2) Penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemrakarsa bersama-sama dengan Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian untuk itu.

(3) Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat dasar filosofis, sosiologis, yuridis, pokok dan lingkup materi yang akan diatur.

(4) Pedoman penyusunan Naskah Akademik diatur dengan Peraturan Menteri.

Kerangka peraturan perundang-undangan

ž Judul

ž Pembukaan :

1. Kalimat pembukaan (Dengan Rahmat Tuhan YME)

2. Pencantuman pejabat pembuat per.per-uu-an

ž Konsideran (menimbang)

ž Dasar hukum( mengingat:dasar kewenangan)

ž Dasar pembuatan per. per-uu-an yang menunjukkan bahwa objek yang akan diatur didasarkan pada satu atau beberapa per.per-uu-an.

ž Pencantuman kata-kata : dengan persetujuan DPR (untuk UU dan Perda)

ž Pencantuman nama badan perwakilan (untuk UU dan Perda)

ž Batang tubuh (pasal-pasal):

ž Ketentuan umum

ž Ketentuan mengenai objek yang diatur (materi pokok)

ž Ketentuan sanksi (pidana atau administrasi)

ž Ketentuan peralihan

ž Ketentuan penutup

Asas hukum dan norma hukum

ž Paul Scholten : asas hukum (recht beginsel) bukan aturan hukum (rechtsregel).

ž Asas hukum bukan norma (hukum), namun hukum tidak akan dapat dimengerti tanpa asas-asas tersebut.

ž Norma adalah aturan, pola, standar yang perlu diikuti (Attamimi)

ž Norma hukum bersifat mengatur

ž Kelsen: norma hukum berfungsi untuk memerintah, melarang, menguasakan, membolehkan, dan menyimpangkan dari ketentuan.

Asas2 peraturan perundang-undangan

ž Asas Hukum Umum

ž Asas –asas pembentukan peraturan perundang-undangan (asas material dan formal)

ž Asas-asas (pemberlakuan/penerapan) per.per-uu-an

Asas-asas pembantukan peraturan perundangundangan

Asas Formal

ž Asas Tujuan Yang Jelas

ž Asas organ/lembaga yang tepat

ž Asas Perlunya peraturan

ž Asas Dapat dilaksanakan

ž Asas Konsensus

Asas Material

ž Asas tentang terminologi dan sistematika yang benar

ž Asas tentang dapat dikenali

ž Asas perlakuan yang sama dalam hukum

ž Asas kepastian hukum

ž Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual.

Asas2 (pemberlakuan/penerapan )per per uu an

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto:

ž Undang-undang tidak berlaku surut,

ž Undang-undang yang dibuat oleh Penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula,

ž Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum (Lex specialis derogat lex generali),

ž Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (Lex posteriore derogat lex priori),

ž Undang-undang tidak dapat diganggu-gugat.

ž Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan atau pelestarian (asas Welvaarstaat).

Amiroeddin Syarif menetapkan adanya lima asas perundang-undangan, yaitu:

ž Asas Tingkatan Hirarki

ž Undang-undang tak dapat diganggu gugat

ž Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum (Lex specialis derogat lex generalis)

ž Undang-undang tidak berlaku surut,

ž Undang-undang yang baru menyampingkan undang-undang yang lama (Lex posteriori derogat lex priori.

165. Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dapat mendelegasikan kewenangan mengatur lebih lanjut kepada Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah.

166. Pendelegasian kewenangan mengatur, harus menyebut dengan tegas:

Dasar kewengan

ž Dasar kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan dapat berupa atribusi, delegasi, dan subdelegasi (Rosjidi Ranggawidjaja : 1998).

ž Atribusi kewenangan perundang-undangan diartikan penciptaan wewenang (baru) oleh konstitusi/ grondwet atau oleh pembentuk undang-undang (wetgever) yang diberikan kepada suatu organ negara, baik yang sudah ada maupun yang dibentuk baru untuk itu (A. Hamid S Attamimi: 1990).

ž Delegasi dalam bidang perundang-undangan ialah pemindahan/ penyerahan kewenangan untuk membentu peraturan dari pemegang kewenangan asal yang memberi delegasi (delegans) kepada yang menerima delegasi (delegataris) dengan tanggung jawab pelaksanaan kewenangan tersebut pada delegataris sendiri, sedangkan tanggung jawab delegans terbatas sekali (A. Hamid S. Attamimi : 1990).

ž Jika suatu kewenangan yang diperoleh melalui delegasi tersebut dilimpahkan kembali kepada badan atau pejabat yang lebih rendah untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab atas namanya sendiri, hal itu dinamakan sub delegasi (Rosjidi Ranggawidjaja : 1998).

Syarat delegasi dan sub delegasi

Lihat lampiran UU No. 10 Tahun 2004

165. Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dapat mendelegasikan kewenangan mengatur lebih lanjut kepada Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah.

166. Pendelegasian kewenangan mengatur, harus menyebut dengan tegas:

a. ruang lingkup materi yang diatur; dan

b. jenis Peraturan Perundang-undangan.

167. a. Jika materi yang didelegasikan sebagian sudah diatur pokok-pokoknya di dalam Peraturan Perundang-undangan yang mendelegasikan tetapi materi itu harus diatur hanya di dalam Peraturan Perundang-undangan yang didelegasikan dan tidak boleh didelegasikan lebih lanjut ke Peraturan Perundang-undanganyang lebih rendah (subdelegasi), gunakan kalimat Ketentuan lebih lanjut mengenai ... diatur dengan...

b. Jika pengaturan materi tersebut dibolehkan didelegasikan lebih lanjut (subdelegasi) gunakan kalimat Ketentuan lebih lanjut mengenai ...diatur dengan atau berdasarkan...

peraturan kebijakan

ž Peraturan tanpa dasar kewenangan, bukan peraturan perundan-undangan

ž Peraturan tersebut disebut peraturan kebijakan (beleid regels, psuedowetgeving, policy rules)

ž Van Wijk dkk, (dikutip oleh Bagir Manan dan Kuntana Magnar): ada dua bentuk peraturan kebijakan, yaitu:

1. yang dibuat dan berlaku bagi pembuat peraturan kebijakan itu sendiri;

2. yang dibuat dan berlaku bagi badan atau pejabat administrasi yang menjadi bawahan pembuat peraturan kebijakan.

ž Philipus M. Hadjon dkk: peraturan kebijakan tidak terlepas dari kaitan penggunaan freis ermessen atas kebebasan bertindak administrasi negara.

Philipus M. Hadjon dkk : ciri-ciri peraturan kebijaksanaan (kebijakan) yang membedakannya dengan peraturan perundang-undang dengan antara lain:

ž Badan yang mengeluarkan peraturan-peraturan kebijaksanaan (kebijakan) tidak memiliki kewenangan pembuatan peraturan (wetgevende bevoegdheid).

ž Tidak mengikat hukum secara langsung, namun mempunyai relevansi hukum.

ž Mengandung suatu syarat pengetahuan yang tidak tertulis (angeschreven hardheidsclausule) – (menyimpangi peraturan tertulis lainnya demi kepentingan umum).

ž Tidak diuji dalam kasasi karena termasuk dalam dunia fakta.

Contoh peraturan kebijakan: Surat Edaran , Juklak, Juknis

Perbedaan KUHAP dan RUU KUHAP

No

Materi/isi

KUHAP

RUU KUHAP

1

Penggabungan Perkara Gugatan Ganti rugi

Diatur pada Bab XIII pasal 98

Tidak diatur lebih jauh. Yang di atur adalah apabila terdakwa yang dijatuhi pidana terdapat korban yang menderita kerugian, hakim mengharuskan terdakwa untuk membayar ganti kerugian.

2

Penyidikan

Diatur dalam Bab XIV : Penyidikan

Diatur dalam Bab II : Penyidik dan Penyidikan

3

Penyelidikan

Pasal 102-105

Tidak mengatur tentang penyelidikan dan setiap kata-kata Penyelidik pada KUHAP dihapuskan.

4

Tanggapan terhadap laporan

Pasal 106 : jangka waktunya sesegera mungkin

Pasal 11 : jangka waktunya paling lama satu hari

5

Pelapor yang tidak bisa baca tulis

Tidak diatur

Pada berita acara dicantumkan bahwa pelapor tidak bisa baca tulis

6

Batas waktu pelaporan mengetahui adanya pemufakatan jahat

Tidak diatur

Pasal 12 (3), dibatasi dengan dua hari

7

Pemberitahuan mulainya penyidikan kepada penuntut umum serta penghentian jika terdapat tidak cukup bukti

Tidak diatur batas waktunya, hanya segera.

Pasal 13 (1) dan pasal 14 paling lambat dua hari setelah dilakukan penyidikan dan penghentian penyidikan

8

Pemerikasaan-penasehat hukum- kejahatan terhadap keamanan negara

Diatur pada pasal 115 (2). Penasehat hukum boleh melihat tapi tidak mendengar pembicaraan.

Tidak diatur

9

Keterangan tersangka yang tidak berbahasa Indonesia

Tidak diatur

Dicatat secara terperinci beserta terjemahannya pada berkas perkara

10

Izin penggeledahan

Terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenal (pasal 125)

Menunjukkan tanda pengenal kecuali dalam keadaan sangat mendesak (pasal 29 ayat 2)

11

Jangka waktu

Jangka waktu yang dinyatakan segera pada KUHAP diatur rinci pada RUU KUHAP. Seperti pasal 121.

Pasal 26, diatur 7 hati

12

Biaya pengeluaran

Dikeluarkan oleh negara. Pasal 132 (6) dan pasal 136 terhadap bagian kedua Bab XIV

Tidak diatur

13

Perlindungan pelapor, pengadu, saksi dan korban

Tidak diatur

Diatur pada pasal 40-41