Minggu, 04 Januari 2009

C:\Documents and Settings\Kiki\My Documents\Backup_of_Graphic1.jpg

TUGAS MATA KULIAH HUKUM AGRARIA

ANALISA ATAS KASUS PENGELOLAN TANAH,

TUNTUTAN PETANI SIDRAP ATAS LOKASI PERKEBUNAN

PT.SEMESTA MARGAREKSA

Nama : Adib Hasan

Npm : 110110070518

Dosen : Dr. Ida Nurlinda, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga sengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin...

Penulis

DAFTAR ISI

Kata pengantar

Daftar isi

Bab I PENDAHULUAN

A. Latar belakang 1

B. Tujuan 1

C. Metode penulisan 1

Bab II PEMBAHASAN

A. Uraian kasus 2

B. Analisa kasus 5

Bab III PENUTUP

A. Kesimpulan 6

B. Saran 6

Daftar pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar belakang

Manusia sebagai makhluk sosial sudah barang tentu terjadi interaksi antar sesamanya. Dalam interaksi tersebut tidaklah selalu berjalan dengan lancar, pasti ada perbenturan kepentingan. Hal inilah yang menimbulkan konflik antar kita.

Konfik yang terjadi tersebut dapat juga terjadi dalam hal pertanahan. Sebagai contoh saja kasus pengelolan lahan berikut ini yang berujung pada penangkapan pihak kepolisian.

  1. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah agar saya dapat juga menyumbangkan pemikiran terhadap kasus yang terjadi dalam masyarakat.

  1. Metode penulisan

Metode yang saya gunakan adalah tinjauan pustaka

Disini penulis menggunakan sarana internet sebagai sumber informasi

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Uraian kasus

Berikut ini adalah tulisan yang dibuat oleh administrator website kpa.or.id, tertanggal 29 Juni 2008

Hentikan Pendekatan Keamanan Dalam Penyelesaian Sengketa Agraria Terhadap Warga Petani Banjaran

Pada hari Jum’at tanggal 25 Juli 2008, terjadi penangkapan kepada para petani berjumlah 46 orang di area perkebunan sawit milik PT. Buana Estate yang terletak di Kampung Banjaran Kecamatan Secanggang, Kab. Langkat, Sumatera Utara. Penangkapan dilakukan oleh POLRES LANGKAT terhadap petani di kampung Banjaran dikarenakan sebelumnya, pada tanggal 21 Juli warga didatangi oleh aparat kepolisian hingga eskalasi konflik meningkat pada tanggal 23 dan puncaknya tanggal 24 Juli yang berakhir dengan bentrok antara petani dan polisi. Dalam peristiwa tersebut, terjadi kekerasan yang dilakukan oleh karyawan dan Satpam PT.Buana Estate yang berjumlah ± 350 orang dan didukung oleh 120 orang aparat kepolisian dengan mengendarai 2 mobil truk.

Bentuk kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan tindakan melecehkan kewibawaan Kepolisian Indonesia dan melanggar Hak Azasi Manusia. Dalam kasus ini, terlihat dengan jelas ke arah mana keberpihakan aparat penegak hukum dan mengabaikan proses peradilan yang berlangsung dimana petani melakukan gugatan balik ke perusahaan perkebunan dikarenakan ada kejanggalan perpanjangan HGU-nya.

Sebagaimana diketahui, PT. Buana Estate adalah perusahaan yang memperoleh izin mengerjakan perkebunan sawit di wilayah Cintaraja, Kecamatan Secanggang, Kab.Langkat, Sumatera Utara dengan luas 1.785 Ha (dan termasuk dalam luasan lahan tersebut, terdapat tanah warga kampung Banjaran seluas 70, 3 Ha) dengan memperoleh legalitas melalui SK Gubernur Sumut Surat Gubernur Sumatera Utara No. 23246/Sekr dan Surat Mendagri No. 9/HGU/DA/82. HGU berakhir pada tanggal 31 Desemberi tahun 2007.

Mengetahui izin HGU-ya telah berakhir dimana PT. Buana Estate tidak dapat membuktikan perpanjangan HGU dengan bukti-bukti yang otentik dan semakin menunjukkan arogansi kekuasaan dengan menggandeng aparat kepolisian dalam penyelesaian konflik (tanggal 21, 23, 24 dan 25 Juli 2008) yang menyebabkan jatuhnya korban di pihak petani yang sesungguhnya adalah pemilik yang sah (de jure).

Dengan dalih apapun, aparat kepolisian tidak dibenarkan melakukan penangkapan seperti pelaku kriminal, sementara konflik tersebut masih dalam proses pengadilan. Peristiwa penangkapan yang dilakukan oleh Polisi merupakan bentuk kesewenang-wenangan aparat keamanan dalam menyelesaikan persoalan agraria. Dari seluruh konflik agraria yang ada di negeri ini, tindakan kekerasan aparat selalu saja menyertai setiap konflik. Korban yang jatuh juga selalu rakyat kecil, tak bertanah dan miskin. Sungguh mengherankan, apakah harus selalu rakyat yang jadi korban di negeri ini?

Penangkapan warga Banjaran oleh Polisi adalah jauh dari prosedur hukum, hal tersebut pantas untuk dicap sebagai tindakan tercela dan merendahkan martabat manusia. Di tengah maraknya kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap rakyat tak berdosa, Polres Langkat bukannya hati-hati dalam bertindak, malah semakin berani melakukan pelanggaran HAM. Tindakan ini adalah pengingkaran terhadap kewajiban negara dalam menghormati, melindungi dan memenuhi Hak Asasi Manusia, termasuk Hak asasi rakyat petani.

Untuk itu Kelompok Tani Masyarakat Ingin Makmur (KTMIM), Aliansi Petani Indonesia (API), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Bina Desa Sadajiwa (BDS), Indonesian Human Rights Committee For Social Justice (IHCS), menyatakan:

1. Mengutuk tindakan aparat kepolisian yang telah berbuat semena-mena terhadap Petani Warga Banjaran Kecamatan Secanggang Sumatera Utara, dan membabaskan tanpa syarat, warga petani yang ditangkap pada tanggal 25 Juli 2008 oleh aparat Polres Langkat.

2. Mengusut dan menindak pelaku penangkapan (aparat polres Langkat), baik personil yang bertugas dilapangan maupun pejabat kepolisian yang tidak terlibat secara langsung dalam tragedi Jum’at 25 Juli 2008.

3. Menyatakan dukungan penuh terhadap Warga Banjaran yang sedang berjuang dalam mempertahankan hak atas tanah yang sesungguhnya dijamin oleh undang-undang di negeri ini, seperti tercantum dengan jelas dalam Pasal 29 (2) UUPA, PP 224 tahun 1961, yang merupakan mandat dari Pasal 33 (3) Undang-undang Dasar 1945.

4. Meninjau ulang HGU-HGU bermasalah yang terindikasi cacat hukum dalam perolehannya dan HGU yang tidak sesuai dengan peruntukannya serta melebihi jumlah luasan HGU sesungghnya.

5. Mendorong Komnas Ham untuk melakukan investigasi langsung ke lapangan.

6. Mendorong Komnas Perempuan untuk melakukan investigasi langsung ke lapangan terkait kekerasan aparat terhadap Ibu-ibu petani Warga Kampung Kompak Banjaran.

Demikian pernyataan sikap ini kami buat, demi rasa kemanusiaan dan keadilan. Sebagai wujud solidaritas kami kepada korban-korban yang berjatuhan di pihak rakyat tidak berdosa akibat tindak kekerasan aparat dalam penyelesaian konflik-konflik agraria di Indonesia.

Jakarta, 26 Juli 2008

Kelompok Tani Masyarakat Ingin Makmur (KTMIM)

Aliansi Petani Indonesia (API), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Bina Desa Sadajiwa (BDS), Indonesian Human Rights Committee For Social Justice (IHCS).

  1. Analisa kasus

Menurut saya pribadi, kasus yang terjadi di Kampung Banjaran Kecamatan Secanggang, Kab. Langkat, Sumatera Utara pada tanggal 25 Juli 2008 ini merupakan kasus dalam pengelolaan lahan yang sering sekali terjadi di Indonesia.

Kasus yang terjadi di Banjaran ini mungkin salah satu dari ratusan kasus yang pernah terjadi.

Persoalan ini sebenarnya sederhana. Berawal dari keinginan para petani banjaran untuk kembali mengelola lahannya, berhubung dengan berakhirnya izin pengelolaan tanah PT. Buana Estate atas tanah seluas 1.785 Ha yang di dalamnya termasuk tanah warga kampung Banjaran seluas 70, 3 Ha) telah berakir pada 31 Desember 2007.

Persoalan timbul ketika pihak PT. Buana Estate tidak rela perkebunan tersebut digarap oleh petani banjaran. Untuk itu mereka melaporkan hal ini kepada pihak kepolisian, sehinngga terjadilah bentrok antara pihak kepolisian dengan dengan petani yang berujung pada penangkapan 46 petani.

Setelah di usut lebih lanjut ternyata SK Gubernur Sumut Surat Gubernur Sumatera Utara No. 23246/Sekr dan Surat Mendagri No. 9/HGU/DA/82, yang merupakan izin HGU memang berakhir pada 31 Desember 2007, dan tidak diperpanjang.

Sehingga sudah senyatanyalah petani tersebut behak untuk mengelola lahan tersebut.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Petani berhak mengelola lahan tersebut

2. PT. Buana Estate seharusnya sudah tidak lagi mengelola lahan tersebut sejak 1 Januari 2008

3. Terjadinya kesalahan tindakan yang dilakukan oleh pihak aparat kepolisian, dalam menangani masalah tersebut

Saran :

1. Terhadap PT. Buana Estate, seharusnya mereka tidak lagi mengelola lahan tersebut sejak 31 Januari 2007

2. Terhadap kepoliasian, hendaknya dalam menangani suatu kasus atau perkara, harus dilihat dulu duduk perkaranya. Sehingga jika hal ini dapat dilakukan dengan baik tidak akan terjadi yang namanya konfik dan petani kecil tidak lagi dirugikan.

3. Terhadap yang memberikan izin HGU, diharapkan adanya pemberitahuan beberapa waktu sebelum habisnya izin tersebut

4. Terhadap petani, teruslah berjuang...

Daftar pustaka

http://www.kpa.or.id/

TUGAS MATAKULIAH HUKUM AGRARIA

TENTANG

SENGKETA TANAH ANTARA STAB DENGAN

PT.IKA HASFARM DI BENGKULU

Nama : Adib Hasan

Npm : 110110070518

Dosen : Ida Nurlinda, S.H.,M.H.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2008

BAB I

KASUS POSISI

Kasus ini antara STaB (Serikan Tani Bengkulu) dengan pihak PT.Ika Hasfarm. Tanah yang bersengketa ini sendiri terjadi di Bengkulu Kecamatan Puncak Kelapa, dengan kasus posisi:

Tahun 1993, dikeluarkan SK oleh BPN tentang Hak Guna Usaha (HGU) dengan nomor 20/HGU/BPN/92 terhadap tanah seluas 1400 ha kepada PT.Ika Hasfarm, yang dalam izinnya tersebut, tanah itu diperuntukkan untuk tanaman kakao.

Selama lima tahun 1993-1998, tanah tersebut tidak dipergunakan sebagaimana mestinya. Hal ini terbukti dengan tidak adanya tanaman kakao seperti yang tercantum dalam surat izin, tidak ada kantor dan bangunan serta juga tidak ada mandor.

Tahun 1998, oleh petani setempat, melihat lahan tersebut yang dianggap ditelantarkan, difungsikan 87,6%-nya, atau 1.041 ha dari jumlah keseluruhan 1.400 ha yang tersedia. Petani setempat mempergunakan lahan tersebut dengan menanam tanaman karet 577 ha, kelapa sawit 420 ha dan padi lading 45 ha.

Selama difungsikan tersebut, lahan tersebut sudah menghasilkan. Disamping itu juga telah menghidupi sekitar 500 kepala keluarga.

22 Mei 2008, sekjen STaB bersama Pak Haji Sauki (salah satu dari enam kepala desa setempat) dan juga didampingi oleh Dediyanto mewakili KBH (Kantor Bantuan Hukum beraudensi dengan direktur Land Reeform, Gunawan Sasmita di kantor BPN.

Tujuan mereka adalah meminta untuk kesekian kalinya pencabutan HGU PT. Ika Hasfarm, setelah sebelumnya juga telah melakukan penuntutan yang sama kepada dua periode gubernur bengkulu, yakni masa Drs.H.Adjis Ahmad dan H.Hasan Zen, MM dan dua periode Bupati Bengkulu Utara yakni masa H.Muslihan DS dan H.Imron Rosyadi, MM. disamping itu juga setelah tiga periode kepala dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu, mulai dari Bachtiar Efendy, Ir.Kusmanto Puwo Sudarmo sampai Ir.Yuiq Rizal, baru hany sampai pada surat peringatan I dan II serta surat teguran I dan II.

Pembatalan HGU ini juga mendapat dukungan oleh kepala BKPMD dan sekda provinsi.

Tujuan lainnya adalah meminta agar direktur BPN untuk menjadikan lahan tersebut sebagai TOL (Tanah Objek Landreform), yang itu berarti dapat menjadi hak milik petani.

BAB II

KAJIAN TEORITIS

Berdasarkan kasus posisi di atas, saya dapat menarik kajian teoritis, yaitu

1. Undang-undang mengenai HGU, yaitu pasal 28-34 UUPA.

Pasal 28 (1):. Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dukuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan

(2). Hak guna usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 2 ha, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 ha atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembngan zaman.

(3). Hak guna usaha dapat beralih dan dapat dialihkan kepada pihak lain.

Pasal 29 (1). Hak guna usaha diberikan untuk waktu yang paling lama 25 tahun.

(2) untuk perusahaan yang membutuhkan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.

(3) atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2 pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun.

Pasal 30 (1) yang dapat menggunakan hak guna usaha ialah:

a. Warga Negara Indonesia

b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia

(2) orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha dan tidak lagi memenuhi syarat2 sebagai yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat tersebut. Jika hak guna usaha yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam dalam jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak2 pihak lain akan diindahkan. Menurut ketentuan2 yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 31. hak guna usaha terjadi karena penetapan Pemerintah.

Pasal 32. (1) Hak guna usaha termasuk syarat2 pemberiannya. Demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan2 yang dimaksud dalam pasal 19

(2) pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktu berakhir.

Pasal 34. Hak guna usaha hapus karena:

a. jangka waktu berakhir

b. dihentikan sebelum jangka waktnya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi

c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir

d. dicabut untuk kepentingan umum

e. ditelantarkan

f. tanahnya musnah

g. ketentuan dalam pasal 30 ayat 2

2. Tujuan Landreform:

a. untuk mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani yang berupa tanah, dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil pula, dengan merombak struktur pertanahan sama sekali secara revolusioner, guna merealisir keadilan sosial

b. untuk melaksanakan prinsip: tanah untuk tani, agar tidak terjadi lagi tanah sebagai obyek spekulasi dan obyek (maksudnya : alat) pemerasan

c. untuk memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanta, yang berfungsi sosial. Sesuatu yang bersifat bezit, yaitu hak milik sebagai hak yang terkuat, bersifat perseorangan dan turun-temurun, tetapi berfungsi sosial.

d. Untuk mengakhiri sistem tuan-tanah dan menghapuskan hak pemilikan dan penguasaan tanah secara besar-besaran dengan tak terbatas, dengan menyelenggarakan batas maksimum dan batas minimum untuk tiap keluarga. Dengan demikian mengikis pula sistem liberalisme dan kapitalisme atas tanah dan memberikan perlindungan terhadap golongan yang ekonomis lemah

e. Untuk mempertingi produksi nasional dan mendorong terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotong-royong lainnya, untuk mencapai kesejahteraan yang merata dan adil, dibarengi dengan sisterm perkreditan yang khusus ditujukan kepada golongan tani.

3. PMDN nomor 3 tahun 1987 pasal 7, mengenai izin pencadangan dan pembebasan tanah yang diberikan pemerintah provinsi kepada sejumlah developer, sejauh mungkin diusahakan:

a. dihindarkan pengurangan areal tanah pernanian yang subur

b. sedapat mungkin memanfaatkan tanah yang semula kurang produktif

c. menghindarkan pemindahan penduduk dari tempat kediamannya

    1. diperhatikan persyaratan pencegahan pengotoran/pencemaran lingkungan bersangkutan.

4. Cara memperoleh hak milik berdasarkan pasal 284 KUH Perdarta.

a. Pemilikan melalui pengambilan (contoh: membuka tanah, memancing ikan

b. Pelekatan (natrekking), yaitu jika suatu benda bertambah besar atau berlipat karena perbuatan alam.

c. Liwat waktu (verjaring)

d. Karena pewarisan

e. Penyerahan (overdrach atau lavering), berdasarkan suatu pemindahan hak yang berasal dari seseorang yang berhak memindahkan eigendom.

5. Pasal 6 UUPA:

“semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.

BAB III

ANALISIS KASUS

Menurut hemat saya, beradasarkan data yang tersedia tersebut, pemerintah setempat dan juga BPN seyogyanya mencabut izin HGU PT.Ika Hasfarm. Hal ini didasarkan kepada kondisi lahan garapan yang diberi izin kepada PT.Ika Hasfarm tersebut telah ditelantarkan. Pernyataan terlantar ini telah didukung oleh keputusan BPN Bengkulu sebelumnya kepada BPN RI tertanggal 9 Mei 2008, lahan tersebut termasuk kelas V (terlantar).

Jika hal ini tidak ditindaklanjuti dengan serius, maka akan bertentangan dengan pasal 6 UUPA, yaitu “ semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”, karena tanah tersebut dikondisikan terlantar.

Disamping itu, menurut saya ada kecenderungan PT.Ika Hasfarm untuk menjadikan lahan seluas 1400 ha tersebut sebagai pencadangan tanah, yang tujuan untuk menarik investor yang lebih besar. Namun hal ini bertentangan dengan PMDN nomor 3 tahun 1987 pasal 7 no. (1) dan (2), yaitu terhadap percadangan tanah tersebut diusahakan dihindarkan terhadap lahan yang subur, namn sebagaimana yang kita ketahui, lahan tersebut merupakan lahan yang subur, hal ini dibuktikan dengan telah tergarapnya sebagian dari lahan tersebut, yaitu sekitar 87,6 % daan selama 15 tahun telah digarap oleh petani setempat, telah menghidupi keluarga mereka selama itu juga.

Seterusnya, terhadap no. (2) yaitu, sedapat mungkin memanfaatkan tanah yang semula kurang produktif. Namun kita juga tahu bahwa lahan tersebut sangatlah produktif. Ini dibuktikan dengan lahan yang sebagian besar dimanfaatkan petani tersebut digunakan sebagai perkebunan sawit dan karet. Hal ini berarti lahan tersebut memang tidak bisa dijadikan sebagai tanah cadangan.

Mengenai izinnnya, lahan tersebut merupakan HGU. Dan untuk dapat berakhirnya HGU tersebut minimal 25 tahun. Namun penghentian HGU tersebut dapat juga dilakukan oleh pemerintah, jika penggunaan lahan tersebut tidak sesuai dengan undang-undang. Disini tentu saja tanah yang ditelantarkan.

Berdasarkan tuntutan petani atas tanah tersebut agar menjadi TOL (Tanah Objek Landreform), telah sesuai dengan tujuan dari Landreform itu sendiri, yaitu peruntukan tanah untuk petani.

Namun berdasarkan perolehan hak milik, sesuai dengan pasal 584 KUH Perdata, yaitu perolehan hak milik secara verjaring belum dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan petani baru menggarap lahan tersebut selama 15 tahun. Sedangkan sebagaimana yang kita ketahui bahwa batas dari verjaring tersebut adalah 30 tahun.

Maka kesimpulan saya lahan tersebut harus dijadikan hak milik petani yang mengurus lahan tersebut, namun setelah menempuh 15 tahun lagi dengan status bezitter yang jujur, sedangkan terhadap urusan PT.Ika Hasfarm, HGU-nya musti dicabut.

DAFTAR PUSTAKA

Soedewi, Sri, 2000, Hukum Perdata: Hukum Benda. Liberty, Yogyakarta

Subekti, 1979, Pokok-Pokok Hukum Perdata. PT. Intermasa, Jakarta.

Harsono, boedi, 1997, Hukum Agraria Indonesia. Djambatan, Jakarta

Parlindungan, A.P., Bunga Rampai Hukum Agraria Serta Landreform bagian II. Mandar Maju, Bandung.

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata. PT. Pradya Paramita, Jakarta.

www.kpa.com

LAMPIRAN KASUS

15 Tahun Terlantar, STAB Minta HGU PT.IKA HASFARM Dibatalkan dan Dijadikan TOL

Written by Administrator, on 24-05-2008 14:05

Views : 951

Namanya Haji Sauki, biasa dipanggil Pak Haji. Haji Sauki yang paling tua diantara enam kepala desa yang beraudiensi dengan Direktur Land Reform, Gunawan Sasmita di Kantor BPN, tanggal 22 Mei 2008. Mewakili Kades lainnya, terlebih dahulu H.Sauki memperkenalkan kades-kades yang menyertainya. Empat kades termasuk dirinya dari Kecamantan Puncak Kelapa, dan dua kades dari Pagar Jauh. Peserta audiensi lainnya adalah Sekjen Serikat Tani Bengkulu (STAB) Marhaendi dan Dediyanto mewakili KBH (Kantor Bantuan Hukum) Bengkulu.

”Kami perwakilan dari enam desa sudah menggarap lahan ex HGU PT.Ika Hasfarm yang diterlantarkan sejak tahun 1993 dan tidak pernah diolah dengan baik” Ujar H.Sauki. Dia sangat menyakini bahwa lahan HGU PT.Ika Hasfarm telah diterlantarkan. Tahun 1998 masyarakat mulai menggarap lahan. Sawit dan pohon karet mereka kini telah dipanen. Sekitar 500 kepala keluarga yang memperoleh penghidupan di atas lahan seluas 1.400 hektar.

”Kami meminta kepada BPN untuk menindaklanjuti surat permohonan STAB yang dikirim ke BPN untuk mencabut HGU PT.Ika Hasfarm dan dijadikan Tanah Objek Landreform, karena pihak perusahaan tidak mengerjakan HGUnya sejak tahun 1993”. Ungkap Marhaendi menjelaskan tujuan STAB bertemua dengan BPN.

Gunawan Sasmita yang didampingi beberapa pejabat Direktorat BPN, diantaranya Direktorat Tanah Telantar, dan Direktorat Pengaturan Tanah Negara, menjelaskan bahwa permohonan STAB sudah diproses oleh BPN dan meminta petani untuk bersabar karena akan melalui beberapa tahap. ”Saat ini sudah di Direktorat Tanah Terlantar untuk diverifikasi keabsahan administatifnya, setelah itu baru diproses di tingkat deputi sebelum sampai ke tangan Kepada Badan BPN” Ujar Gunawan Sasmita menanggapi permintaan petani.

Perjuangan petani untuk memperoleh hak atas tanah yang telah digarap selama 10 tahun masih panjang. Proses di BPN yang berliku menjadi satu tahapan ujian STAB untuk menjaga konsistensi dan keutuhan organisasi.

Untuk sampai ditetapkan menjadi TOL (Tanah Objek Landreform), pemeriksaan pertama akan dilakukan di tingkat direktorat Tanah Terlantar yang akan melakukan peninjauan administratif, pengecekan data yuridis dan data fisik. Secara bersamaan Direktorat Land Reform, Direktorat Tanah Negara dan Tanah Kritis melakukan pengkajian. Hasil pemeriksaan di tingkat Direktorat akan dilanjutkan di tingkat Kedeputian. Deputi Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan dan Deputi Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat akan melakukan pengkajian secara berbarengan. Hasil pengkajian di tingkat Kedeputian inilah yang akan diteruskan ke Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk keputusannya.

Kategori terlantar atau diterlantarkan paling pas untuk perkebunan PT.IKA Hasfarm. SK HGU telah dikeluarkan oleh BPN dengan nomor 20/HGU/BPN/92 tertanggal 19 Agustus 1993 tidak pernah dikelola. Tidak ada kantor dan bangunan, tidak ada buruh dan mandor perkebunan, dan juga tidak ada tanaman kakao yang tumbuh di atas areal 1.400 ha yang dimintakan.

Meski sudah jadi pengetahuan bersama bahwa sangat sulit suatu perusahaan perkebunan ditetapkan sebagai terlantar. Karena aturan tentang hal tanah terlantar dengan mudah bisa diakali oleh pihak perkebunan. Tetapi, hal ini tidak berlaku untuk PT.Ika Hasfarm. Status sebagai HGU terlantar dengan klasifikasi Kelas V telah ditetapkan oleh Kanwil BPN Bengkulu berdasarkan surat yang dikirim ke BPN RI tanggal 9 Mei 2008. ”Hasil Penelitian BPN Bengkulu menyebutkan bahwa PT.Ika Hasfarm termsuk Kelas V (telantar) dan 87.6% telah digarap oleh masyarakat”. Kata Sekjen STAB, Marhaendi.

Dediyanto yang setiap hari mendapingi petani menambahkan bahwa hampir semua jajaran pemerintahan di Bengkulu telah mengeluarkan surat rekomendasi untuk pembatalan PT.Ika Hasfarm.

”Sudah dua periode Gubernur bengkulu, yakni masa Drs.H.Adjis Ahmad dan H.Hasan Zen, MM dan Dua Periode Bupati Bengkulu Utara yakni masa H.Muslihan DS dan H.Imron Rosyadi, MM, semuanya meminta pencabuan HGU PT.Ika Hasfarm”. Tegas Dediyanto.

Selain itu, tiga periode kepala dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu, mulai dari Bachtiar Efendy, Ir.Kusmanto Puwo Sudarmo sampai Ir.Yusiq Rizal masih telah mengeluarkan surat peringatan I dan II serta surat teguran I dan II. Ditambahkan oleh Marhaendi bahwa dukungan atas pembatalan HGU juga dikeluarkan oleh Kepala BKPMD dan Sekda Provinsi. ”Di tahun 2003 oleh BPN Bengkulu mengusulkan pembatalan HGU PT.Ika Hasfarm secara Yuridis dan Fisik. Begitu juga surat Departemen Pertanian 30 Agustus 2005 mengusulkan pembatalan HGU PT.Ika Hasfarm”. Tambah Marhaendi.

Usulan Serikat Tani Bengkulu (STAB) untuk pembatalan HGU PT.Ika Hasfarm tidak hanya karena dukungan dari jajaran pemerintah Bengkulu, tetapi fakta di lapangan masyarakat telah menguasai dan menggarap lahan sejak tahun 1998 seluas 1.041 hektar dari 1.400 luas lahan PT.Ika Hasfarm. Sejauh ini masyarakat telah memproduktifkan tanah tersebut dengan menanam karet 577 ha, kelapda sawit 420 ha dan padi ladang seluas 45 ha.

”Saya kira tidak ada alasan lagi pemerintah untuk tidak mencabut HGU PT.Ika Hasfarm dan menjadikan Tanah Objek Landreform untuk petani penggarap yang terbukti telah memproduktifkan lahan yang diterlantarkan selama 15 tahun oleh pihak perkebunan” Ujar Marhaendi.